Ora mangan nongkone, kenek
pulute (tidak ikut makan buah nangkanya, tapi
terkena getahnya). Peribahasa Jawa ini tampaknya sangat relevan untuk
menggambarkan situasi di tubuh partai penguasa PDIP pasca gelaran Pilkada DKI.
Kasus Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) telah menyeret partai bermoncong putih itu terjerembab dalam
kubangan lumpur hitam. Totalitas PDIP dalam memperjuangkan Ahok dengan begitu
getol tanpa disadari berdampak serius terhadap partai pemenang pemilu 2014
silam tersebut.
Keukeuh melindungi Ahok yang
berstatus sebagai tersangka kasus penistaan agama membuat PDIP mengalami
penurunan elektabilitas yang sangat tajam.
Abrasi Suara
Merujuk pada hasil
Pilkada 2017 yang diadakan serentak secara nasional, dengan mengejutkan PDIP
mengalami kekalahan telak di beberapa daerah. Di Banten misalnya, partai
besutan Megawati ini yang diprediksi bisa menang mudah ternyata kalah telak.
Pun demikian dengan Pilkada DKI.
Sementara itu, di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) suara PDIP juga mengalami penurunan tajam. Dari lima
kabupaten di DIY, hanya Kulonprogo saja yang masih menjadi basis terbesar PDIP.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang sebelumnya menjadi kantong-kantong suara
PDIP seperti Gunung Kidul, Bantul dan Sleman justru mengalami abrasi suara.
Fenomena melemahnya
gelombang suara PDIP di beberapa daerah ini mengindikasikan bahwa pengaruh Ahok
Effeks sukses membuat
partai penguasa ini kelimpungan. Menurunnya elektabilitas PDIP merupakan
lonceng ‘kematian’ terhadap nasib partai moncong putih dalam menghadapi hajatan
akbar 2019 mendatang.
Selain terpapar kasus
Ahok, praktik korupsi para pejabat dari PDIP seperti Bupati Klaten juga turut
mempengaruhi mengapa kepercayaan publik terhadap partai ini menurun. Ironisnya,
dalam kasus Ahok, PDIP justru lebih memilih bertaruh dengan seseorang yang
sebenarnya tidak memiliki garis nasab atau sanad yang shiheh dengan partai
pengusung itu sendiri. Secara struktural jelas Ahok bukanlah kader dan
sedikitpun tidak ada irisan dengan PDI-P, tapi entah mengapa Presiden Jokowi
dan Megawati begitu membabi-buta dalam melindungi sosok Ahok hingga harkat dan
martabat partai menjadi tumbal. Pertanyaannya siapakah Ahok ini, yang membuat
Jokowi dan Megawati begitu termehek-mehek? Bahkan pasca gagal melaju di Pilkada
DKI, rumor berhembus bahwa presiden Jokowi telah menggaransi posisi Ahok untuk
menggantikan Mendagri, sekalipun ia berstatus sebagai ‘napi’? Entahlah, hanya
Jokowi dan Mega yang tahu.